Kamis, 30 Oktober 2008

Dalam Kata

Tidak ada tetek bengek
tidak embel-embel
tidak ada penambahan kata
sebuah kombinasi dari kata-kata yang sangat berpengaruh
dalam pituah
dalam salam
dalam literatur
adalah dia pergi
aku bisa bayangkan aku menemukan diriku berselimut suka cita
sudah alamiah jika bersedih
bukan karena kau pergi
melainkan langkah yang kita lihat secara pribadi terlalu banyak waktu
cukup sedikit waktu dan keajaiban
walaupun kau tetap harus pergi
dan dengan sangat sederhana kau tinggalkan senyum simpul
yang bukan untuk terakhir kali
karena aku masih disini membalikkan halaman berikutnya
melanjutkan tulisan tentang hari ini untuk selamanya

Matahari yang Kelima

Ini matahari yang kelima dan bulan tigabelas
menyingau dari pojok aku berdiri
tentang sesuatu yang pernah ingin dijadikan masa depan
aku menangisi kepergian di sisi yang luas aku menjauh
ada yang datang disatu sisi terang ada yang hilang

Inilah matahari yang kelima
pada sujud titik terik
hari yang indah untuk menghitung kesalahan hingga saat ini
aku tak meninggalkan sesuatu tanpa alasan
dan ini bukan tentang janji
alasan apa yang diterima
kecuali perubahan, mengingat dan berbuat sesuatu yang meyakinkan
aku berdiri setentang matahari
aku berbaring sebujur matahari
dan aku mati menjadi matahari

Minggu, 07 September 2008

SoSoK

sulit tuk tesembul diantara titik-titik hujan
ketika sosok menderu mengajakku pergi
lumpur yang busuk telah melekat
pada jasad yang mulai renta
ketika sosok melerai menjauh pergi
aku larut dalam keberanian jantan
pada jaman yang mulai usang
mengobati perih yang tertoreh
aku terkesima pada sosok yang ambigu
dalam relung hati
dalam bayang yang bertengger dipelupuk mata
ketika jamaah melirik cinta
engkau sosok yang maya
dalam lensa yang tak berfokus
dalam cermin yang tak berbingkai
ketika lenggok yang gemulai dengan pose-pose
engkau sosok yang membuatku larut
ketakutan dalam lirik
dalam kematian jiwa
ketika ramai mengkabut.

Ungkap

Engkau yang disana tersenyum
Lontarkanlah abjad-abjad yang menyatu
Yang dapat mengaitkan untaian kata dalam ruh
Agar kau tahu setiap abjad adalah jiwaku
Tangan adalah bibirku yang bertutur
Ingin mengungkap tak lepas lewat goresan
Ketika Cinta harap Suara
Isyaratkan hati untuk mengacu pada logika
Lihat saja pada tingkah
Tak perlu rasanya bibir bergetar
Aku takut menabur abjad dipermukaan samudera
Ketika kebahagiaan adalah bungkusan cinta
Ketika bungkusan cinta berlabel harga

Dia Saja Baru Datang

Dia Saja Baru Datang
Entah ia tahu, mana....
Mata yang hendak meraup cinta
Mata yang sesak dengan lukisan terancang,
Jika, maka, seandainya....
Serta merta mata yang wajar berharap
Namun berlebihan dan belumlah halnya
Sebab dia adalah..
Mata, belalak... baru kemarin
Lidah, kesat... kemarin baru dikeruk
Hidung, ingus... kain panjang baru saja dijemur ibu
Telinga, pekak... hanya terdengar suara cerita dongeng sebelum tidur dan
Kulit, memar... takkan lupa membawa payung
Dia yang baru saja datang

Sabtu, 06 September 2008

Bentak (Hati)

Telinga memekak
tutur menyamai telagah
dengan tetek bengek
dan kilah yang mengindah
untuk mengatup jendela hati
sama halnya dengan notabene
yang tertulis tinta merah
suara mulai serak
berdahak berdetak
mendikte pengelak
ah .............
akui saja ketidakbisaan
daripada mengukir janji tanpa waktu

Malam-malam

Antarkan dia..
lewat malam
satu,
dua,
tiga,
tujuh,
empat belas,
empat puluh,
seratus,
seribu,
malam.

Malam...
selamatkan dia
sampai cerita ini tamat...

Ibuku Masih Perawan

aku masih didalam
belum beranjak
berdarah
terluka oleh cinta
dan ibu masih perawan
salah ibu atau salah ayah?
siapa ibu atau siapa ayah?
ketika aku dititipkan
ibu tetap ingin perawan
aku ingin membuka mata
menatap ayah yang masih bujang
memeluk ibu yang masih menggadis
tetapi aku tertidur
dan ditidurkan
aku ketakutan didalam
aku pelita yang dinyalakan di tengah hari
hidup atau mati tak ada beda
dan ibu tetap memilih ingin perawan

Mendengar & Melihat

Mendengar lenguh bergemuruh
dari bibir seorang yang menilai tubuh
dihadap cermin lusuh
dan aku yang menjadi saksi
hanya bergumam dalam hati
Melihat kusut berkerut
pada dahi seorang pengecut
dihadap kerumun yang bersungut-sungut
dan aku yang hadir
dalam hati mencibir
Aku hanya bisa mendengar
Aku hanya bisa melihat
dan berkata dalam hati
untuk saat ini

Kamis, 29 Mei 2008

Suarasuara

Suarasuara mereka telah berlagak

Berfose dalam rayuan

Berhias wajah kata-kata

Suarasuara mereka telah melacur

Menawar harga pada celah

Suarasuara mereka telah tinggi

Tinggi suara

Suara yang meninggi

Suara yang ingin selalu didengar

Suara yang tak pernah harapkan sanggahan

Suarasuara perempuan

Suarasuara laki-laki

Bahkan Suarasuara anak-anak

Kini terdengar mengaum

Suarasuara dekap mata

Suarasuara pemekak telinga

Entah dimana beda nasehat dengan perkataan bejat

Pada bibir perempuan yang merona dan merekah

Pada lidah kesat laki-laki yang menggulung asap rokok

Dan tekak bocah-cocah yang bersuara serak terhadap perubahan usia

Asahmengasah, tawarmenawar, Suarasuara meminta harga

Suarasuara yang penuh harap pamrih

Coba saja dengar Suarasuara perempuan dan laki-laki

Dalam Bertelagah

Kami adalah mahkota yang harus kalian jaga

Tanpa kami semangat kalian mudah pupus ditelan masa

Tanpa kami anak-anak tak mengenal kehidupan

Kamilah yang seharusnya diutamakan

Hei, perempuan tahu apa tentang dunia

Ada saja oleh tulang rusuk kami

Kami yang mencari makan kalian

Kami adalah tonggak kehidupan kalian

Kami memberi hidup pada yang hidup

Suarasuara mereka tak jauh beda dengan pelacur

Menjual kata

Memberi penawaran

Dan meminta harga yang pantas

Suarasuara mana lagi

Suarasuara siapa lagi yang tanpa pamrih

Suarasuara siapa saja boleh didengar.

Jumat, 16 Mei 2008

Melayu Adalah Riau

Melayuku

Apakabar melayuku

masihkah mampu bertutur nan ketara

boleh dikesan dan berdeging melengking

pada telinga-telinga seperti aku

aku nan terpacur dalam wajah-wajah melayu

bagaimana melayuku

boleh enggan menuruti saranan berkenaan

perbualan nan tak mengira kaum

tuah nan tak mengindahkan aksara

menghantar ku terhadap sebarang laman riau

aku nan terpacur dalam wajah melayu

melayu melekat, melayu tertambat

melayu nan kian melayu

wajah melayu dalam wajah melayuku

dimana melayuku

yang mana melayu

siapa saja yang bisa jawab?


Aku di Riau

Aku di Riau

Menjelang saat sudah

Sempatku mengenang yang telah

Antara gairah dan resah tiada menang atau kalah

Sebab masihku bisa melangkah

sigap, tertatah, dan patah

Aku di Riaunya

merambah nafas di rimba kota

dalam rimbunnya daun-daun kering di tanah basah

Aku di riuhnya

Meracik irama berdenging dan nyaring

Dalam hiruknya lantun-lantun tanpa nada

Aku di sungainya

Berkayuh mengintai tapah

Dalam arus yang kian sulit mengalir

Riau riuhnya, aku sepinya

Merambah nafas secarik ingatan menjelang sudah