Sabtu, 28 Februari 2009

RANTAI NAFAS

Menahan Nafas II

Tak pelak aku mengandai-andai
Takkan kau kutemui
Bahkan engkaupun entah siapa dalam legenda
Namun..
Aku menyaksikan lakonan nyata
Yang kadang makin memikat
Dan juga menyebalkan
Sebab mata tak setakat hati
Yang menghadirkan dua kutub yang berlawan
Hati menyeru..
Kaulah wanita yang membukakan mata
Pada alur yang hendak kuwujudkan
Agar tetap kau tokoh yang berperan terbaik
Kaulah wanita yang menyibak tirai jendela
Agar aku tetap menatap cahaya matahari pagi
Namun mata menyela..
Kau wanita yang menutup mataku
Pada wajah yang terpampang berpencar arah
Kau wanita yang menerangi malamku
Yang mengusik tidurku
Hingga aku bersama malam yang menggantikan siang..
Berdua,
mengubur jasad-jasad bait dan meleraikan aksara dalam liang
Akupun mencium aroma kamboja
Yang tumbuh subur diatas daging yang membusuk dan tulang-tulang kian rapuh
Aku kalah memburu nafas yang bergairah
Tersendat tenggorok menelan ucap yang kau suguhkan
Tersumbat lubang hidung oleh udara kotor yang kau semburkan serpihan-serpihan kasih
Aku mati..
Dalam diam..
Percuma menangisi..
Air mata kalah dengan rintik hujan
Percuma mengadu..
Sepi direntang ramai
Menciut lidah dan bibir kering mengelupas
Karena ludah mengental menyatu dengan kata yang mengubur diri
Detik-detik yang bisa menoreh
Terbuang bersama oceh yang melirik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar